Keabsahan Bukti Audit, Keyakinan Auditor dan Risiko Audit Keabsahan Bukti Audit, Keyakinan Auditor dan Risiko Audit | EUREKA
<div style='background-color: none transparent;'><a href='http://www.rsspump.com/?web_widget/rss_ticker/news_widget' title='News Widget'>News Widget</a></div>

Keabsahan Bukti Audit, Keyakinan Auditor dan Risiko Audit

Kualitas audit, diukur dengan kebenaran penilaian persuasive atas bukti, secara langsung tergantung pada apakah bukti yang digunakan untuk merekonstruksi realitas yang relevan sesuai nilai keabsahan bukti tersebut (David Flint, 1988 dalam Ulfert Gronewold, (2006). Sejalan dengan itu, standar auditing profesional menyebutkan bahwa bukti audit harus cukup dan memadai (relevan dan handal) untuk memberikan dasar memadai untuk audit opinion (ISA 500, 2005). Relevan dan kehandalan bukti dokumen, terkait erat dengan nilai keabsahan bukti, walupun ada beberapa pengecualian (Caster, 1996). Flint (1988) menunjukkan: "teori bukti audit merupakan inti dari teori audit”. Pengembangan kerangka teori membutuhkan identifikasi dan analisis karakteristik bukti audit dan interpretasi teori probabilitas dan statistik inferensi dalam kaitannya dengan nilai persuasif dari berbagai jenis bukti audit.

Auditor menggunakan bukti audit untuk menarik kesimpulan tentang realitas yang relevan, yang tidak dapat diamati lagi. Seberapa baik pengakuan yang benar dari realitas yang relevan dapat dicapai dengan nilai keabsahan bukti, yang pada gilirannya tergantung pada akurasi dari bukti dan proses pembuatan bukti serta evaluasi kognitif oleh auditor (Ulfert Gronewold, 2006).

Untuk menilai keabsahan bukti memerlukan tahapan (1) auditor menerima bukti dari sumber. (2) mengetahui sumber pengolahan bukti, (3) karakteristik bukti sendiri, (4) membangun laten yang harus dievaluasi oleh auditor dan (5) meminta informasi lisan tentang situasi pembuatan bukti (Ulfert Gronewold, 2006), yang selanjutnya merekontruksi bukti-bukti tersebut. Keandalan sumber faktor penting dari nilai probative bukti yang mengacu pada idependensi, integritas, kepentingan diri sendiri, atau motivasi dari sumber, sementara yang lain berurusan dengan kualifikasi, kompetensi, atau kemampuan sebagai dimensi kedua sumber reliability (Kissinger, 1974 dan Knuppe, 1984).

Abdolmahammadi & Owhoso (2000) menyelidiki efek petunjuk etis dan pengalaman terhadap perkiraan auditor tentang risiko penipuan. Para subjek (80 manajer audit dan 80 senior audit) diberi materi penelitian, yang terdiri dari sejumlah rekening dan tagihan pinjaman berisi kesalahan-kesalahan. Separuh subjek menerima materi yang juga termasuk suatu petunjuk etika-positif yang menunjukkan bahwa perusahaan mengambil risiko terkait dengan perbaikan tujuan sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam rancangan penelitian (tingkat pengalaman; petunjuk etika atau tanpa petunjuk), para subjek ditempatkan secara random ke salah satu dari empat sel. Setelah membaca materi, para subjek memperkirakan kemungkinan risiko penipuan pada suatu skala dari 0 sampai 100.

Memakai ANOVA, Abdolmahammadi & Owhoso menemukan (1) adanya petunjuk etika secara signifikan mengurangi perkiraan risiko penipuan menurut para senior audit (kurang pengalaman), tetapi tidak adanya perkiraan risiko penipuan menurut para manajer audit (lebih pengalaman), dan (2) perkiraan risiko penipuan menurut para senior audit secara signifikan lebih rendah daripada para manajer audit ketika ada petunjuk etika.

Dalam studi terkait, Owhoso (2002) memakai data yang sama yang disajikan oleh Abdolmahammadi & Owhoso untuk menyelidiki efek jenis kelamin auditor (berinteraksi dengan pengalaman dan adanya petunjuk etika positif) terhadap perkiraan auditor tentang risiko penipuan, tetapi tidak ditemukan adanya efek jenis kelamin.

Chung & Monroe (2001) mengetes hipotesis selektivitas dalam suatu konteks auditing. Hipotesis selektivitas menyatakan bahwa wanita kelihatannya lebih mempertimbangkan semua petunjuk dalam tugas dengan kerumitan tinggi dan karena itu, melakukan pertimbangan lebih tepat dibandingkan dengan pria yang kelihatannya lebih mempertimbangkan hanya beberapa petunjuk. Para peserta (100 pria dan 58 wanita) diminta untuk menentukan apakah saldo persediaan disajikan secara wajar berdasarkan suatu naratif hipotetis. Kerumitan tugas dipandang tinggi atau rendah tergantung pada banyaknya petunjuk yang tercakup dalam naratif. Hasilnya mendukung hipotetis dengan mengungkapkan interaksi signifikan antara jenis kelamin dengan kerumitan-tugas (rendah atau tinggi tergantung pada banyaknya petunjuk tentang saldo rekening persediaan dalam suatu naratif), arahnya menunjuk bahwa wanita melakukan pertimbangan sedikit lebih tepat dalam tugas dengan kerumitan tinggi.

Integritas dan Keyakinan Auditor
Penilaian audit tentang klien akan dipengaruhi oleh pendekatan yang dilakukan, perencanaan program audit, penilaian risiko dan menginterpretasikan bukti audit (Hironori dan Mock, 2011; Bell et.al., 2005). Sebaiknya audit melakukan penilaian risiko berbasis kepercayaan, yaitu "penilaian risiko yang berasal dari keyakinan yang dibenarkan, seperti penekanan pada originalitas bukti dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian auditor (Ashton dan Ashton 1995; Bell dan Wright 1995; Trotman 1996; Nelson dan Tan 2005). Penilaian risiko dengan menggunakan fungsi keyakinan secara potensial lebih informatif dibandingkan mereka yang menggunakan probabilitas. Sehingga beberapa tahun terakhir ini, semakin banyak audit menekankan penilaian resiko audit pada tingkat keyakinan oleh auditor (Hironori dan Mock, 2011).

Dewan Pengawas Perusahaan Akuntansi Publik (PCAOB 2007), menekankan kembali pentingnya penilaian risiko di bidang audit. Mengingat risiko-praktek audit yang berorientasi dalam beberapa tahun terakhir, jika auditor gagal untuk menilai risiko klien secara tepat, kesimpulan yang keliru mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, bahkan jika auditor menilai risiko klien tidak tepat, sulit untuk mencapai pengendalian mutu yang efektif dan untuk memonitor tim audit secara efektif, jika auditor gagal untuk mengekspresikan dan mengkomunikasikan penilaian risiko secara akurat.

Peran utama auditor adalah untuk memberikan tinjauan pihak ketiga yang independen dan obyektif pada laporan keuangan (Messier et.al., 2006.). Independensi auditor adalah kualitas yang dianggap oleh banyak orang sebagai landasan profesi audit karena, tanpa itu kepercayaan publik bisa hilang. Keputusan audit yang dipengaruhi oleh terganggunya independensi dapat menyebabkan penurunan kualitas audit. Selanjutnya, ketika kualitas audit berkurang, maka ada probabilitas untuk pelaporan keuangan yang tidak tepat, dan dapat berdampak negatif pada semua stakeholder. Penemuan pelaporan yang tidak tepat dapat menurunkan nilai kepentingan pemegang saham dan kreditur, meningkatkan klien audit, biaya modal, meningkatkan biaya bagi regulator untuk mengembalikan kepercayaan investor, dan menyebabkan kerugian reputasi auditor dan profesi (Johnstone et.al., 2001). Dalam kerangka kerja mereka untuk memahami anteseden dan konsekuensi dari gangguan independensi, Johnstone et.al., (2001) mengusulkan bahwa hubungan interpersonal antara auditor dan klien merupakan salah satu insentif bagi auditor yang memungkinkan independensi mereka menjadi terganggu.

Selanjutnya, mempercayai hubungan antara auditor dan klien dapat memepengaruhi obyektivitas auditor (Latham et.al., 1998). dan pada akhirnya dapat mempengaruhi keputusan auditor. Namun, karena kurangnya penelitian, sehingga sedikit yang diketahui mengenai apakah auditor mengembangkan kepercayaan klien dan apakah kepercayaan yang mempengaruhi keputusan mereka.

William A. Kerler (2005), meneliti tentang pengaruh kepercayaan auditor (audit trust) terhadap manajemen klien dan keputusan audit. Hasilnya menunjukkan bahwa auditor memiliki keyakinan yang lebih tinggi pada manajemen klien setelah auditor mempunyai pengalaman positif memuaskan secara keseluruhan bekerja dengan klien, dibandingkan dengan pengalaman negatif tidak memuaskan secara keseluruhan.
Pada penelitian tentang apakah keyakinan auditor mempengaruhi keputusan audit terhadap klien mereka. Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif antara keyakinan auditor dan penilaian risiko penipuan. Secara khusus, tingkat kepercayaan rendah terkait dengan tingkat risiko yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Kesimpulannya menunjukkan bahwa keyakinan auditor pada manajemen klien mempengaruhi keputusan audit (Kerler, 2005).

Kerangka keyakinan dari Nooteboom (1996), kepercayaan auditor pada manajemen klien terdiri dari dua dimensi. kepercayaan kompetensi mengacu pada keyakinan dalam kemampuan manajemen untuk melakukan menurut perjanjian, sedangkan keyakinan goodwill mengacu pada kepercayaan pada niat manajemen untuk melakukan sesuai dengan perjanjian (Nooteboom 1996). Keyakinan goodwill, selanjutnya juga disebut hanya sebagai trust, adalah fokus dari studi ini dan keyakinan dikonseptualisasikan sebagai auditor dalam niat baik manajemen.

Keyakinan pada manajemen klien sebagai hasil kerja sama auditor dengan manajemen selama audit sebelumnya tidak berkembang, maka akan dianggap mempengaruhi kepercayaan auditor pada resiko audit (Kerler, 2005). Hasil studi kasus Kerler (2005) percobaan pada 89 auditor profesional menunjukkan bahwa auditor mempercayai manajemen klien lebih setelah pengalaman yang positif dan memuaskan secara keseluruhan bekerja dengan manajemen selama keterlibatan audit sebelumnya, dibandingkan dengan pengalaman negatif tidak memuaskan secara keseluruhan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepercayaan auditor adalah negatif terkait dengan penilaian risiko penipuan, dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi berkaitan dengan risiko rendah, dan sebaliknya. Bersamaan dengan itu, hasilnya menunjukkan bahwa auditor memang membangun kepercayaan pada manajemen klien dan kepercayaan ini dapat mempengaruhi keputusan audit.

Hasil penelitian Johnstone et.al., (2001) terhadap kepercayaan yang berlebihan pada manajemen klien adalah tidak etis karena akan merusak objektivitas auditor dan skeptisme professional, dan dapat terganggunya independensi auditor. Selain itu keputusan audit mungkin akan terpengaruh dan terganggu independensinya karena terkait dengan insentif yang diterima auditor, misalnya membuat keputusan yang ambigu dengan mendukung salah satu metode pelaporan yang disukai klien (Kadous et.al., 2003).




Klik tombol like di atas... Jika anda menyukai artikel ini.
Terima Kasih telah mengunjungi Tautan ini,
Jangan lupa untuk memberikan komentar pada form di bawah post ini.
Maturnuwun...

Subscribe in a reader

Comments :

9 comments to “Keabsahan Bukti Audit, Keyakinan Auditor dan Risiko Audit”
Views All / Send Comment!
[+/-] Click to Show or Hide Old Comments
Anonymous said... Reply

Chevrolet Tahoe AC Compressor
I enjoyed your post. It’s a lot like college – we should absorb everything we can but ultimately you need to take what you’ve learned and apply it.Nice man. Extremely informative post. I'll be sure to pass this along to my friends.

Unknown said... Reply

thank you my friends, your suggestions are very constructive. I am currently in early stages of learning, hopefully in the future I can also apply it. I still need lots of advice and criticism from everyone, including you. Once again thank you very much....
Maturnuwun..... :)

Anonymous said... Reply

very difficult to analyse probative value in sector public

Unknown said... Reply

@petroex

its indeed difficult, but it can still be done

Jusmiamid said... Reply

Terima kasih, isi proposal disertasi saya sudah dimuat, hanya mohon di cantumkan sumbernya, Jusmi Amid,  SE.MBA.MSi.Akt.

Champ Pride said... Reply

Nuwun Inggih bapak,,,,, :)

Dea Makmur said... Reply

@892e2982f20162a2d9d7e3eb9035b9b7:disqus sebelumnya saya terimakasih banyak proposal disertasi bapak memberikan saya pencerahan untuk mengerjakan tugas skripsi saya. bolehkah saya meminta data/jurnal yang berhubungan tentang keabsahan bukti audit?

Champ Pride said... Reply

bisa sih mas, tapi gmn mo ngirimnya?

Dea Makmur Hadinugraha said... Reply

bisa kirim ke sapiladahitam03@gmail.com (lupa nyantumin email saya..)


Post a Comment