Model Risiko Audit (Audit Risk Model) Model Risiko Audit (Audit Risk Model) | EUREKA
<div style='background-color: none transparent;'><a href='http://www.rsspump.com/?web_widget/rss_ticker/news_widget' title='News Widget'>News Widget</a></div>

Model Risiko Audit (Audit Risk Model)

Penilaian risiko audit adalah proses rekursif (recursive) penelurusuran bukti (evidence-drive) untuk menentukan keyakinan dan menilai akan keaslian dan kebenaran bukti audit guna mendukung penerbitan opini audit (Bell et.al., 2005). Risiko audit merupakan salah satu yang menjadi perhatian auditor dalam menjalankan tugas dan tanggung-jawab profesionalnnya dan kemungkinan adanya resiko audit. Risiko audit dapat ditimbulkan dari tingkat penemuan yang direncanakan dalam menghadapi irregularties, misalnya (1) Related party transaction (transaksi perusahaan induk dan anak atau transaksi antar keluarga); (2) Client misstate (klien melakukan penyimpangan); (3) Kualitas komunikasi (klien tidak kooperatif); (4) Initial audit (klien baru pertama kali diaudit); (5) Klien bermasalah.


Risiko auditing berarti auditor menerima tingkat ketidak-pastian tertentu dalam pelaksanaan audit. Auditor harus menyadari bahwa ada ketidak-pastian mengenai kualitas bahan bukti, keefektifan pengendalian intern klien dan ketidak-pastian apakah laporan keuangan memang telah disajikan secara wajar setelah diaudit (Richard W.H, Michael F. Peters & Jamei H. Pratt, 1999). Risiko penemuan yang direncanakan adalah resiko bahwa bahan bukti yang dikumpulkan dalam gagal menemukan kekeliruan yang melewati jumlah yang dapat ditoleransi apabila kekeliruan semacam itu timbul.

Risiko bawaan adalah penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melewati batas toleransi sebelum memperhitungkan faktor keefektifan pengendalian intern. Risiko pengendalian adalah ukuran penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segemen audit yang melewati batas toleransi yang tidak terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern klien.

Risiko audit yang diterima adalah ukuran ketersediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan salah saji secara material, walaupun audit telah selesai dan pendapat wajar tanpa pengecualian telah diberikan. Risiko audit sering disepadankan dengan keyakinan audit atau resiko audit yang dapat diterima (Arens, 2003). Keayakinan menyeluruh adalah komplementer dari resiko audit, yaitu satu minus resiko audit, misalnya resiko audit yang dapat diterima 2 % sama dengan keyakinan audit yang dapat diterima 98 %.

Dalam melaksanakan tugas audit sangat diperlukan pemeberian opini akuntan yang sesuai dengan kriteria-kreteria yang ditetapkan SPAP agar hasil audit tidak menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Pemberian opini akuntan harus didukung oleh bukti kompeten yang cukup. Dalam pengumpulan bukti audit, auditor harus senantiasa menggunakan skeptisme professional (SPAP, SA seksi 230), yaitu seksi 230), yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit agar diperoleh bukti-bukti yang meyakinkan sebagai dasar dalam pemberian opini akuntan.

Palmrose (1988) mencatat bahwa gugatan terhadap sebuah perusahaan audit dapat merusak reputasinya dengan memberikan sinyal negatif tentang kualitas pelayanan perusahaan audit. Jamie Pratt (1994), meneliti proses penyaringan dan penilaian risiko litigasi dan rekomendasi mereka untuk rencana audit dan biaya klien dipengaruhi oleh karakteristik klien tertentu. Penelitian Jamie Pratt (1994) ini merekomendasikan perlu dilakukan penelitan lanjutan tehadap penilaian resiko auditor.

Integritas terkait dengan risiko audit, berupa resiko kecurangan, yang tekait dengan konsep kredibilitas sumber. Hubungan ini kemudian diperpanjang dari penilaian risiko untuk pengumpulan bukti audit yang direkomendasikan, serta biaya yang direkomendasikan auditor. Resiko audit didefinisikan sebagai "probabilitas bahwa auditor akan menderita kerugian atau cedera pada praktek profesionalnya" (Brumfield et.al., 1983), termasuk biaya yang terkait dengan litigasi, sanksi yang dikenakan oleh regulator, asuransi, dan reputasi professionalnya. Model deteksi resiko audit Richard W. Houston dan Michael F. Peters (1999) tersebut digambarkan sebagai berikut :

Detection Risk = Acceptable Audit Risk / (Inherent Risk x Control Risk)

Keterangan :
Detection Risk = Risiko Deteksi
Acceptable Audit Risk = Risiko Audit Diterima
Inherent Risk = Risiko Inheren x Control Risk = Pengendalian Risiko

Risiko audit yang dapat diterima (Accepted Audit Risk/AAR) adalah probabilitas bahwa auditor bersedia untuk menerima bahwa mereka akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. AAR diatur oleh auditor. Risiko inheren (inherent risk/IR) adalah probabilitas bahwa saldo akun atau golongan transaksi yang mengandung salah saji material sebelum mempertimbangkan efektifitas sistem pengendalian internal. IR dinilai oleh auditor. Control Risk (CR) adalah probabilitas bahwa salah saji material tidak dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh sistem pengendalian internal. CR dinilai oleh auditor. Resiko Deteksi (detection risk/DR) adalah tingkat risiko yang dapat ditoleransi prosedur audit tidak akan mendeteksi.

Jenny Goodwin (1999), meneliti tentang sensitivitas auditor terhadap integritas sumber bukti, konsistensi bukti dan interaksi antara kedua faktor tersebut, yang hasilnya menyebutkan, integritas, konsistensi dan interaksi keduanya, signifikan dalam menjelaskan penilaian auditor dan hanya faktor integritas adalah penentu signifikansi dari penilaian auditor, dengan demikian menambah wawasan lebih lanjut tentang pengaruh integritas terhadap keputusan audit. Evaluasi bukti adalah bagian fundamental setiap audit. Ini adalah elemen yang kompleks dan vital dalam proses pengambilan keputusan, auditor membutuhkan pertimbangan mengenai kualitas dan kuantitas bukti sesuai dengan kriteria yang ditetapkan seperti kecukupan, kompetenssi dan biaya (Lin et.al., 1984).

Faktor yang dapat mempengaruhi hasil evaluasi bukti audit adalah kehandalan atau kredibilitas sumber bukti itu, apakah bukti dari sumber yang berbeda atau yang bersifat berbeda adalah konsisten, dan interaksi antara keduanya Hirst (1994), baik sumber bukti internal maupun bukti eksternal serta konsistensi bukti dari sumber yang berbeda tersebut. Jenny Goodwin (1999), menyebutkan integritas perlu dievaluasi untuk menentukan tinggi atau rendahnya kualitas bukti yang diberikan oleh sumbernya.

Kaplan dan Reckers (1984); Bernardi (1994); Peecher,(1996) telah memeriksa respon auditor terhadap integritas manajemen klien dalam berbagai situasi, hasil penelitian ini menghasikan kesimpulan yang samar-samar. Peecher (1996) menemukan bahwa integritas manajemen mempengaruhi penerimaan distorsi 'penjelasan klien. Bernardi (1994) menemukan bahwa sebagian besar auditor tampaknya tidak peduli dengan integritas klien ketika mengevaluasi kemungkinan salah saji dalam neraca.

Rogers dan Shoemaker (1971), menyatakan bahwa kredibilitas adalah derajat dimana sumber atau saluran komunikasi dianggap sebagai dapat dipercaya dan kompeten oleh penerima secara objektif. Joyce dan Biddle (1981) menemukan bahwa auditor harus sensitif terhadap objektivitas bukti. Sementara Hirst (1994) menemukan interaksi antara kompetensi dan objektivitas merupakan faktor signifikan hanya ketika kompetensi sumber tinggi.

Benardi (1994a), menunjukkan karakteristik keberadaan resiko meningkat, ketika informasi tentang integritas klien mengesankan : (1) Manajemen operasional dan keputusan pendanaan didominasi oleh satu orang. (2) Perilaku manajemen terhadap terhadap laporan keuangan terlalu agresif. (3) Manajemen menekankan pada proyeksi laba tidak pada smestinya. (4) Reputasi manajemen dalam komunikasi bisnis sangat rendah. (5) Profitabilitas entitas relative terhadap industri yang tidak memadai atau tidak konsisten. (6) Sensitivitas hasil operasi tergantung pada faktor-faktor ekonomi (yaitu inflasi, suku bunga dan pengangguran) tinggi. (7) Arah perubahan dalam industry entitas menurun, dengan banyak kegagalan bisnis.

Apostolou, Hassell, Webber (2000), memakai para profesional untuk mengklasifikasi faktor-faktor risiko tentang motif atau kesempatan, dan beberapa studi akademis telah menempatkan kejujuran angka ketiga, misalnya, Loebbecke, Eining, & Willingham (1989) mengklasifikasi faktor-faktor rasional tentang motif, kesempatan, dan sikap. Dengan menyajikan rumus P(MI) = f(C,M,A), dimana probabilitas ketidak-benaran P(MI), (C) kondisi atau kesempatan, (M) motif, dan (A) sikap atau nilai etis si pelaku.

Ada tiga komponen kunci dalam model risiko, yaitu: risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Risiko inheren didefinisikan sebagai "kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi ke salah saji material, baik secara individu atau bila digabungkan dengan salah saji dalam saldo lain atau kelas terlepas dari pengendalian internal yang berhubungan. Resiko Pengendalian didefinisikan sebagai reyang terjadi dan tidak akan dicegah atau dideteksi dan diperbaiki secara tepat waktu oleh akuntansi dan sistem pengendalian internal.

Deteksi resiko didefinisikan sebagai risiko bahwa prosedur substantif auditor tidak mendeteksi salah saji material.Resiko bawaan dan risiko resiko pengendalian yang berada dalam perusahaan dan penilaian auditor. Resiko deteksi terletak pada auditor. Luasnya pengujian substantif yang dilakukan oleh auditor adalah fungsi dari penilaian tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian dalam perusahaan (SAS.300, 1995), namun secara keseluruhan resiko audit adalah resiko dari memberikan pendapat (opini) yang salah (Fearnley, Beattie, and Brandt, 2005).

Resiko deteksi, yaitu titik di mana auditor mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi masalah tidak berarti bahwa pendapat yang wajar akan diberikan. Jika pada kenyataannya, auditor tidak memiliki kompetensi atau idependensi, maka mereka tidak dapat dengan benar melakukan audit secara benar selama pelaksanaan audit dan pendapat yang tidak wajar dapat diberikan (Fearnley, Beattie, and Brandt, 2005). Risiko berbasis klien biasa, seperti resiko bawaan, resiko Motivasi dan resiko pengendalian, telah banyak dilakukan penelitian (Fearnley, Beattie, and Brandt, 2005). Dalam penelitian menggunakan model resiko audit (Stella Fearnley, ViVien A. Beattie, Richard Brandt, 2005) yang berbasis akuntan sebagai pelaku auditor, seperti yang divisulaisasikan berikut :
Gambar 2.1
Model Resiko Audit (Audit Risk Model)

Definisi independensi yang paling terkenal dalam literatur akademis adalah DeAngelo (1981, 186): "probabilitas bersyarat pelaporan pelanggaran ditemukan. kemampuan untuk menahan tekanan klien" (Knapp 1985); "sikap / keadaan pikiran" (Schuetze 1994); "fungsi karakter dengan integritas dan kunci menjadi kepercayaan " (Magill dan Previts ,1991 dalam Fearnley, Beattie, and Brandt, 2005). Dalam pedoman etika profesional mengacu pada integritas, objektivitas, dan independensi, akan tetapi tidak ada definisi yang ditawarkan tentang integritas dan independensi, namun obyektivitas didefinisikan sebagai keadaan pikiran yang telah mempertimbangkan semua pertimbangan yang relevan yang terkait tugas (Fearnley, Beattie, and Brandt, 2005).

Fearnley, Beattie, and Brandt (2005) membagi independen menjadi yaitu independensi pikiran dan independensi penampilan. Independensi pikiran didefinisi-kan sebagai keadaan pikiran yang memungkinkan penyediaan pendapat tanpa dipengaruhi oleh pengaruh yang kompromi pertimbangan profesional, memungkin-kan seorang individu untuk bertindak dengan integritas, obyektifitas dan skeptisisme profesional." Independen penampilan didefinisikan oleh IFAC sebagai "menghindari fakta dan keadaan yang sangat signifikan bahwa pihak ketiga yang wajar dan informasi, memiliki pengetahuan dari semua informasi yang relevan, cukup untuk menyimpulkan bahwa anggota tim audit terjamin integritas, obyektifitas atau skeptisisme profesionalnya.

Ponemon dan Gabhart (1990), menemukan bahwa ancaman terbesar terhadap perilaku independen adalah risiko kehilangan klien. Hal ini konsisten dengan Beattie et.al., (1999) yang menemukan, dari survei kuesioner di Inggris AEPs dan FD, bahwa dua faktor yang paling sering dikutip dianggap melemahkan independensi auditor adalah penghasilan mitra tergantung pada retensi klien tertentu dan 10 persen atau lebih dari total pendapatan perusahaan berasal dari satu klien.

Fearnley, Beattie, and Brandt (2005) dalam penelitiannya dengan judul Auditor "Independence and Audit Risk : A Reconseptualization", membenarkan perlunya perhatian terus-menerus oleh regulator di seluruh dunia untuk peningkatan integritas dari audit dan khususnya pengamanan independensi auditor. Disarankan pula bahwa regulator perlu mempertimbangkan (1) bagaimana perusahaan audit memastikan bahwa mitra memiliki standar etika yang tinggi, yang mengurangi risiko independensi dikompromikan, (2) bagaimana perusahaan audit memastikan bahwa mitra tidak dalam tekanan dari dalam perusahaan untuk mempertahankan klien dengan mengorbankan independensi; (3) bagaimana perusahaan memastikan bahwa prosedur audit mutu internal kontrol yang efektif, sehingga independensi dikompromikan akan terdeteksi;(4) bagaimana perusahaan audit memastikan bahwa tetap berada pada skeptisisme profesional dan tidak menjadi terlalu percaya klien mereka ; (5) bagaimana perusahaan audit memastikan bahwa tidak dalam intimidasi dan bullying dari klien, dan (6) bahwa komite audit dan direktur non-eksekutif tidak selalu mengandalkan dukungan auditor.




Klik tombol like di atas... Jika anda menyukai artikel ini.
Terima Kasih telah mengunjungi Tautan ini,
Jangan lupa untuk memberikan komentar pada form di bawah post ini.
Maturnuwun...

Subscribe in a reader

Comments :

2 comments to “Model Risiko Audit (Audit Risk Model)”
Views All / Send Comment!
[+/-] Click to Show or Hide Old Comments
Jusmiamid said... Reply

Terima kasih atas dimuatnya tulisan ini, mohon bisa disebutkan sumbernya, supaya lebih keren. Jusmi Amid, SE.MBA.MSi. Akt.

Champ Pride said... Reply

Siabbbbbhhhhhhhhhhhh pak.......................


Post a Comment